MATEMATIKA? Bidang studi yang satu ini hingga kini masih dianggap hantu yang menakutkan bagi anak-anak, bahkan
orang dewasa sekalipun, kendati tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini diperparah dengan sosok guru yang tidak
bersahabat dengan mereka. Maka tidaklah berlebihan manakala ujian tiba hasilnya kurang memuaskan jika kita tidak mau
mengatakan gagal total.
Di lain pihak, matematika dianggap bidang studi yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup. Matematika adalah
dasar segala dasar untuk memudahkan belajar bidang studi lain. Memang demikian keadaannya, seseorang yang telah
menguasai matematika akan mudah mempelajari hal lainnya. Akan tetapi selalu saja anak atau peserta didik merasa
tidak nyaman.
Melihat gelagat demikian tentunya kita tidak boleh diam, solusi apa yang dapat memberikan angin kesegaran bagi peserta
didik. Paling tidak membuat anak-anak kita tetap berkutat dengan bidang studi yang satu ini. Toh dari dulu hingga
sekarang belajar adalah "mainan" yang menyenangkan bagi anak-anak. Belajar adalah gula-gula yang setiap saat
didambakan. Belajar adalah pengalaman yang menakjubkan bagi semua orang.
Anak akan terus beranggapan demikian, kecuali jika orang dewasa berhasil meyakinkan bahwa belajar adalah racun bagi
kehidupan. Tentu ini tidak diinginkan bukan? Yang jelas kondisi ini akan tetap menyenangkan mana kala peserta didik
terlibat di dalamnya. Toh belajar bukanlah satu arah, di mana anak harus dicekoki dengan berbagai macam teori atau
rumusan. Tetapi belajar adalah permainan yang menggairahkan, belajar adalah saripati kehidupan di mana dan kapan
pun berada.
Kita sebagai orang tua tentunya akan sependapat seperti itu. Yang jelas formula apa yang dapat membangkitkan anak-
anak kita mampu keranjingan dengan matematika. Toh berbagai macam metode maupun jurus sudah dikerahkan, tetapi
tetap saja peserta didik menganggap pelajaran ini penghambat kemajuan.
Meramal masa depan
Belakangan ini penulis sering diminta memberikan formula "jitu" bagaimana caranya menumbuhkembangkan anak-anak
agar mencintai matematika. Tentu permintaan ini tidak berlebihan setelah mereka, khususnya orangtua peserta didik
merasakan anaknya tidak lagi mengeluh ataupun takut. Malahan mereka hampir setiap melakukan kegiatan dihubung-
hubungkan dengan matematika. Salah satunya tatkala penulis memberikan permainan yang mampu membuat mereka
berkutat dan tersenyum gembira dengan pelajaran ini.
Yang lebih mengesan lagi laporan dari orang tua, bahwa anak-anak mereka hampir setiap orang yang ada di rumah
ataupun yang dikenal dengan pasti akan diramal dengan matematika. Pendek kata, mereka tidak lagi alergi dengan
pelajaran yang satu ini.
Ada pun yang penulis sodorkan kepada peserta didik ketika itu dengan memberikan permainan yang diberi judul "Meramal
masa depan". Memang bisa kita meramal dengan matematika? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh anak-anak ketika
penulis mengawali pelajaran ini. Dengan senyum penulis katakan, kenapa tidak? Tidak percaya, mari kita buktikan apa
ramalan yang dimaksud.
Pertama-tama kita membuat tabel seperti di bawah ini:
Setelah membut tabel tersebut barulah kita meramal. Caranya? Misalnya begini, nama penulis Drajat. Kemudian, huruf-
hurufnya kita beri nilai sesuai dengan tabel. D=4, R=18, A=1, J=10, A=1, T=20. Selanjutnya, angka itu dijumlahkan secara
berurut, 4+18+1+10+1+20= 54. Angka hasil adalah 54 merupakan kunci ramalannya. Kemudian, kita lihat angka 54 ini
berada di posisi profesi mana. Ternyata angka 54 menduduki posisi sebagai penulis.
Contoh ramalan lainnya misalkan Nabila Az-Zahra. N=14, A=1, B=2, I=9, L=12, A=1, A=1, Z=26, Z=26, A=1, H=8, R=18, A=1.
Jumlahnya, 14+1+2+9+12+1+1+26+26+1+8+18+1=120. Angka 120 menduduki profesi ilmuwan.
Mudah, bukan? Supaya lebih seru lagi dalam permainan ramalan ini kita dapat mempraktikkannya dengan mimik muka
yang serius. Perlihatkanlah bahwa kita benar-benar seorang peramal masa depan. Sebagai catatan, jika dalam tabel
tersebut hanya sampai bilangan 208, kita dapat meneruskannya sampai tak terhingga. Ini bergantung pada kita, sampai
angka berapa yang dikehendaki.
Dari uraian di atas semakin jelaslah bahwa dengan memberikan stimulus semacam begitu ternyata mampu memberikan
angin kesegaran, kegembiraan, kenyamanan dan setumpuk motivasi lainnya bagi peserta didik. Tak percaya? Silakan
praktikkan pengalaman penulis tersebut.
Sebagai catatan terakhir, penulis yakin masih banyak cara menuju keberhasilan. Sayang bukan, jika bidang studi yang
terus digembar-gemborkan ini harus dibiarkan begitu saja. Ya, boleh dibilang matematikaku sayang matematikaku
malang. Yang jelas adakah niat baik dari semua pihak untuk kembali bertanggung jawab terhadap anak didik kita? Sekecil
apa pun yang kita berikan adalah mutiara terbaik. Insya-Allah, Tuhan akan mencatatnya sebagai amalan yang tidak ada
bandingnya. Amin.***
Oleh: Drajat, penggagas petualangan matematika, pengarang buku "Matematika yang Menajubkan" dan salah satu
penulis terbaik "Buku Matematika SD" Pusbuk 2003
Sumber: Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar